BERJUANG DEMI MASA DEPAN
Masih
teringat jelas kejadian 16 tahun yang lalu ketika pengumuman kelulusan sekolah.
Pikiranku kosong di tengah-tengah keramaian saat itu. Disaat semua
teman-temanku yang lain tertawa kegirangan karena mereka berhasil lulus dari
Sekolah Menengah Atas, aku hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu. Bukan karena
aku tidak lulus, bukan. Akupun lulus walaupun dengan nilai yang tidak begitu
memuaskan. Tetapi yang membuatku bingung adalah ke mana aku harus melanjutkan
kuliah? Kakakku baru saja memulai kuliahnya setahun yang lalu dan masih
terngiang jelas perkataan papaku yang tiap malam diceritakannya dengan penuh
kegusaran, bagaimana sulitnya dia membiayai kuliah kakakku. Aku sungguh tidak
ingin membebani kedua orang tuaku lebih lagi dengan memaksa mereka
menguliahkanku.
Ketika
kusampaikan kegalauan ini kepada papaku, beliau hanya bilang bahwa akan
berusaha membiayai kuliahku. Tapi aku tahu, dengan kondisi ekonomi keluarga
kami, sangat sedikit pilihan yang ada, dan kebanyakan berada di kota kampung
halamanku di Palembang. Sementara aku sendiri ingin pergi merantau, melanglang
buana jauh meninggalkan kampung halaman. Beruntung seorang tetangga mengatakan
kepada kami, bahwa biaya hidup di Yogyakarta masih terjangkau dan biaya kuliah
pun sangat murah apabila berkuliah di Universitas Gadjah Mada. Kucari informasi itu
di internet, benar saja biaya kuliahnya sangat terjangkau dan biaya hidup di
sana masih murah. Ada harapan membuncah di dadaku, barangkali masih ada
kesempatan untukku berkuliah di sana. Namun ternyata ada satu masalah,
Universitas Gadjah Mada adalah universitas negeri favorit yang tentu saja tidak
gampang untuk bisa diterima di sana. Peluangku sangat kecil untuk bisa diterima
di sana, apabila tes saringan masuk kulakukan di kota selain di Yogyakarta,
karena kuota kelulusan akan lebih banyak diberikan kepada yang melakukan tes
saringan di Yogyakarta. Untuk bisa ke Yogyakarta, orang tuaku belum memiliki
uang pada saat itu, sehingga aku dengan terpaksa harus melakukan tes di
Palembang. Tapi kupikir tidak ada salahnya mencoba, kalaupun aku tidak lulus,
maka aku setidaknya sudah mencoba.
Kesulitan
lainnya kudapatkan ketika kuceritakan hal ini kepada orang tua dan
kakakku. Respon mereka hanya tertawa. Aku paham makna tertawa mereka, aku memang bukan
pribadi yang memiliki nilai akademis yang bagus selama sekolah, pun aku tidak
memiliki prestasi dalam bidang akademis sama sekali. Bahkan tanteku yang
mendengar hal itu, terus mengatakan bahwa hal itu cuma mimpi, sangatlah sulit
untuk bisa masuk ke universitas negeri ternama tersebut. Tapi kubulatkan
tekadku, lebih baik gagal mencoba daripada tidak pernah mencoba sama sekali. Disaat
teman-temanku menikmati liburan, aku belajar setiap hari, siang dan malam.
Dengan sumber daya yang terbatas karena orang tuaku tidak bisa membiayai biaya
kursus persiapan masuk universitas negeri, aku terpaksa belajar sendiri. Tidak ada
pilihan, aku harus berjuang sekuat tenaga demi menggapai cita-cita.
Akhirnya
tibalah waktu untuk tes saringan, tidak akan pernah kulupakan, pagi-pagi aku pergi
dengan beberapa teman yang juga mengikuti tes saringan masuk. Sama denganku, mereka juga bercita-cita untuk bisa diterima di universitas negeri favorit, tapi bedanya
mereka semuanya adalah murid dengan prestasi akademis selama sekolah, bahkan
beberapa ada yang berstatus murid dengan juara kelas. Tapi aku tidak punya
waktu untuk memikirkan itu, aku fokus mempersiapkan diri untuk mengikuti tes tersebut.
Dua hari lamanya tes dilaksanakan, dan tentu aku mencoba mengerjakan setiap
soal dengan baik. Tidak sabar aku menunggu pengumuan kelolosan tes satingan
masuk tersebut. Namun perlu waktu 2 bulan untuk menunggu hasil pengumumannya. Akhirnya
tibalah waktu pengumuman, pagi-pagi langsung aku pergi ke tukang koran, mencari
tahu apakah ada namaku tercantum di sana, karena pengumuman kelulusan akan
diberitahukan di koran. Karena sudah tidak sabar, kubaca koran itu sambil
berjalan dari tempat tukang koran ke rumahku. Kubaca pelan-pelan koran tersebut
dengan jantung berdebar, dan sontak ketika kulihat ada namaku terulis di koran itu, air
mataku mengalir. Kubaca berulang-ulang, mungkinkah semua ini cuma mimpi. Air mataku tak terbendung. Aku tidak peduli dengan tatapan semua orang di jalanan pada
diriku. Aku sungguh tak peduli. Sampai di rumah, kuceritakan kepada
papaku, beliau begitu senang, air matapun membasahi sudut matanya yang mulai berkeriput. Tapi rupanya kesulitan tidak sampai di situ.
Mamaku yang tidak pernah berpisah dengan anaknya, rupanya tidak rela dengan
kepergianku ke Yogyakarta. Memang sangat riskan karena akupun belum pernah
berpisah dari orangtuaku selama ini, dan kami tidak memiliki seorang sanak
saudarapun di Yogyakarta. Berhari-hari aku mendengar tangisan mamaku, sempat
kuurungkan niatku untuk berkuliah di sana. Hati anak mana yang tidak terenyuh melihat tangisan orang tua yang dicintai. Tapi hati kecil ini terus mencoba meyakinkan
diri, aku harus bisa meyakinkan mama bahwa aku pasti bisa bertahan hidup di
sana. Akhirnya mama merelakan aku pergi, walaupun kulihat di matanya, ada
kesedihan dan ketakutan, akan seperti apakah nasib anaknya nantinya.
Singkat
cerita dengan uang yang seadanya, aku bisa berkuliah di kota Yogyakarta , walaupun dengan perjuangan yang cukup berat. Aku mendapatkan
impianku dan tentunya orang tuaku juga tidak terlalu terbebani untuk membiayai
kuliahku. Itulah salah satu pengalamanku yang paling berkesan. Pengalaman ini
mengajarkanku, bahwa hidup itu butuh perjuangan. Jangan takut mencoba! Jangan pernah
lewatkan kesempatan yang ada, karena kita
tidak akan pernah tahu apakah ia akan datang kembali untuk kedua kalinya. Tetaplah
kejar cita-citamu, jangan pernah biarkan siapaun memadamkan semangat dalam
hatimu. Jangan sampai di masa depan, yang tersisa hanyalah penyesalan. Seperti kata-kata yang pernah ditulis oleh John Greenleaf Whittier sekitar 160 tahun yang lalu, “Dari
semua kata pedih yang terucap atau tertulis, yang paling pedih adalah: Seharusnya”.
Tulisan yang sangat menarik mas. Komentar saya ide cerita, alur, dan pemilihan diksi yang ditulisan Mas Petrus sudah bagus. Mungkin sedikit masukan dari saya adalah selalu hindari kalimat-kalimat yang terlalu panjang. Karena hal itu akan membuat pikiran pembaca menjadi berat.
BalasHapusIni misalnya:
Kakakku baru saja memulai kuliahnya setahun yang lalu dan masih terngiang jelas perkataan papaku yang tiap malam diceritakannya dengan penuh kegusaran, bagaimana sulitnya dia membiayai kuliah kakakku.Aku sungguh tidak ingin membebani kedua orang tuaku lebih lagi dengan memaksa mereka menguliahkanku.
Mungkin bisa sedikit direvisi seperti ini:
Kakakku baru saja memulai kuliahnya setahun yang lalu. Namun masih terngiang jelas perkataan papaku tentangnya. Tiap malam selalu diceritakannya bagaimana sulitnya membiayai kuliah kakakku, dengan penuh kegusaran. Aku sungguh tidak ingin membebani kedua orang tuaku. Terlebih lagi memaksa mereka menguliahkanku.
Sedikit usulan lainnya mas. Sebaiknya jangan gunakan paragraf yang terlalu panjang. Satu paragraf cukup satu pokok pikiran. Dengan begitu pembaca tulisan kita bisa bernafas lega dan nyaman dalam membacanya.
Misalnya dalam pargraf dua mas. Pokok cerita tentang Menyampaikan kekhawatiran ke bapak, keinginan untuk merantau, Informasi tentang Yogyakarta, dan menggali informasi tentang Universitas d sana bisa dijadikan paragraf sendiri-sendiri.
Pun juga di paragraf pertama mas. Misalnya bisa dijadikan dua pargraf seperti ini:
Masih teringat jelas kejadian 16 tahun yang lalu ketika pengumuman kelulusan sekolah. Pikiranku kosong di tengah-tengah keramaian saat itu. Disaat semua teman-temanku yang lain tertawa kegirangan karena mereka berhasil lulus dari Sekolah Menengah Atas, aku hanya bisa terdiam dan tertunduk lesu. Bukan karena aku tidak lulus, bukan. Akupun lulus walaupun dengan nilai yang tidak begitu memuaskan. Tetapi yang membuatku bingung adalah ke mana aku harus melanjutkan kuliah?
Kakakku baru saja memulai kuliahnya setahun yang lalu dan masih terngiang jelas perkataan papaku yang tiap malam diceritakannya dengan penuh kegusaran, bagaimana sulitnya dia membiayai kuliah kakakku. Aku sungguh tidak ingin membebani kedua orang tuaku lebih lagi dengan memaksa mereka menguliahkanku.
Sementera itu dulu ya mas masukan dari saya. Di luar itu tulisan Mas Petrus sangat menarik dan bagus. Mungkin akan makin sempurna dengan saran-saran yang saya berikan.
Teruslah menulis mas.
Sukses Selalu.
GBU.